Diduga Lakukan Malapraktik Yang Mengakibatkan Ibu dan Anak Meninggal, Empat Dokter di RSU Sylvani Digugat - Media Radar Sumatera

Media Radar Sumatera

Tajam, Akurat dan Terpercaya

radar sumatera

Breaking

Home Top Ad

Komunitas Hijau Indonesia

Kamis, 05 Desember 2024

Diduga Lakukan Malapraktik Yang Mengakibatkan Ibu dan Anak Meninggal, Empat Dokter di RSU Sylvani Digugat

KONFERENSI PERS : Kuasa hukum korban, Risma Situmorang (kedua dari kanan) didampingi suami korban (kedua dari kiri) saat konferensi pers di Pengadilan Negeri Binjai, Kamis (5/12/2024) 

RADARSUMATERA.COM/BINJAI

Putri Afriliza (31) dan anak ketiganya diduga menjadi korban malapraktik di Rumah Sakit Umum Sylvani Binjai pada Selasa (17/9/2024). Ibu dan anak tersebut meninggal diduga akibat dari kelalaian oknum dokter di rumah sakit milik Kadis Kesehatan Pemko Binjai tersebut. 


Kuasa hukum korban, Risma Situmorang membeberkan bahwa, ibu dan anak ketiga korban yang berusia 8 bulan dalam kandungan meninggal dunia di RSU Sylvani yang merupakan pasien rutin dr Sugianto spesialis dokter obgyn.


" Saat mau melahirkan anak ketiga, pasien rutin memeriksa kepada dr Sugianto. Anak pertama dan kedua (almarhumah Putri), juga melahirkan secara cesar dengan dr Faisal Fahmi (di RSU Sylvani). Tapi pada kehamilan ketiga karena waktu jadwal konsultasi lebih pas dengan dr Sugianto, maka ganti dokter, itu tidak masalah. Masuk 8 bulan (dalam kandungan), selalu rutin konsultasi dengan dr Sugianto, tapi aneh juga, dr Sugianto tidak pernah membuat jadwal tanggal per tanggal," ujar Risma saat dikonfirmasi di Pengadilan Negeri Binjai, Kamis (5/12).


"Jadi inisiatif itu (membuat jadwal), datang dari mereka (keluarga korban) ketika sudah masuk 1 bulan datang berkonsultasi. Saat masuk 8 bulan diketahui dari USG, bayi almarhumah Putri ini sungsang. Nah untuk mengatasi itu dari bulan ketujuh, dr Sugianto menyarankan almarhum itu untuk sujud, seperti orang salat, dengan harapan posisi bayi dalam kandungan bisa kembali normal," sambungnya.


Menurutnya, dokter membuat perencanaan dan jadwal kelahiran bayi dalam menangani itu. Tapi tidak mempercepat jadwal konsultasi, misalnya per 3 minggu atau 2 minggu.


" Sampai Senin (16/9), almarhumah ada merasakan kandungannya kontraksi dan saat itu hari merah Maulid Nabi. Nah, ibunya yang bernama Ely Suryningsih dan almarhum dengan suami, pergi ke RSU Sylvani, ternyata tidak ada dokter kandungan, baik dr Sugianto maupun dokter lainnya. Kita gak tau ada berapa dokter kandungan di sana, karena gak ada, mereka (keluarga korban) mencari sendiri lah dokter-dokter di sekitar situ," bebernya.


Karena tidak ada dokter, ia menyebut, keluarga korban balik ke rumah di Desa Karangrejo, Stabat, Langkat, sembari mencari bidan untuk menghilangkan rasa sakit. Namun, upaya mereka tidak membuahkan hasil hingga akhirnya balik kembali ke RSU Sylvani lantaran kontraksinya semakin kencang pada Selasa (17/9) sekitar pukul 02.00 WIB dini hari.


Mereka diterima dan ditangani oleh dokter jaga, dr Siti Fatimah. "Kita gak tau apa yang dilakukan (dokter jaga), hanya diperiksa begitu saja, langsung dipindahkan ke ruang perawatan, maksudnya dari ruang rawat IGD ke ruang rawat. Di situ dibilang detak jantung si bayi gak ada, kata dr Siti Fatimah," ucapnya.


Namun demikian, kata dia, tidak ada penanganan medis yang dilakukan RSU Sylvani. Mereka hanya menunggu sampai akhirnya dr Faisal Fahmi datang sekitar pukul 05.30 WIB.


"Dari jam 2 tidak ada penanganan, tidak ada pertolongan kepada janin. Saat itu sebelum datang (dr Faisal Fahmi), dikasih antibiotik setelah komunikasi melalui telepon. Sesaat setelah diminum antibiotik, almarhumah pendarahan di kamar mandi. Nah lalu datang dr Faisal, diputuskan segera operasi," ujarnya.


Setelah keputusan operasi dijalankan, ia menambahkan, keluarga almarhumah sudah mengingatkan persediaan darah. "Kata mereka (RSU Sylvani) sudah disiapkan," sambungnya.


Namun, ia mengherankan karena RSU Sylvani Binjai bertanya golongan darah almarhumah. "Di situ melahirkan anak pertama dan kedua, kok bisa di situ dokter atau nakes lah ya, menanyakan golongan darah apa, kan ada rekam medis, bisa dicek. Darah dipesan tapi terlambat, darah baru ada jam 09.30 WIB, kurang lebih (ada) darah 1 liter," bebernya.


Saat itu, operasi tengah dilakukan. "Kita gak tau, apakah itu darah tercukupi atau tidak dan darimana (asal darah). Tapi yang pasti, darah baru ada 09.30. Setelah itu, bayi diberikan sudah meninggal, disuruh Pak Indra (suami almarhumah) menguburkan. Saat itu, tidak dijelaskan kondisi istrinya bagaimana, apakah masih sehat, apakah masih bugar. Tapi kalau penglihatan masih biasa, pasien dimasukkan ke ICU," bebernya.


Sekitar pukul 13.00 WIB, tambahnya, RSU Sylvani meminta persetujuan untuk memompa jantung almarhumah. Namun sayang, usaha pompa jantung yang dilakukan tidak membuahkan hasil.


Istri Indra pun dinyatakan meninggal dunia. Karenanya, Risma menilai, ada kejanggalan dalam penanganan yang dilakukan dan bahkan diduga tidak sesuai dengan standar operasional prosedur.


Kata dia, almarhumah itu tidak ada sakit seperti diabetes atau darah tinggi selama mengandung anak ketiganya. "Sampai 8 bulan hamil, tidak ada sakit. Mereka masih berjalan cari makan ketika gak ada dokter. Tapi pas pulang, karena masih kontraksi sakit, balik ke rumah sakit," bebernya.


"Ada dugaan malapraktik, kesalahan penanganan gak sesuai SOP, tidak ada aturan rumah sakit, hospital by law, terlambat memberi darah, kesalahan memberi obat, itu namanya malapraktik. Tapi apapun itu, semua masih berproses. Kami sudah memberi kesempatan untuk mediasi, kami undang klarifikasi, tapi tidak ada tanggapan dokter dan rumah sakit," sambungnya.


Karena tidak mendapat klarifikasi yang memuaskan, Indra Buana menggugat RSU Sylvani secara perdata ke PN Binjai. Selain RSU Sylvani, Indra Buana juga menggugat dr Sugianto, dr Faisal Fahmi, dr Siti Fatimah dan dr Abraham Darajatun Siregar.


"Kami mengajukan gugatan ganti rugi PMH dengan nilai materil Rp500 juta, immateril Rp100 miliar. Bapaknya sudah kehilangan istri, anak-anak kehilangan mamaknya. Kami sudah melaporkan juga ke majelis disiplin profesi karena dokter gak disiplin," bebernya.


"Kalau tidak ada dokter ready stand by, dia musti pakai sistem rujukan, dia musti merujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap alatnya, lebih lengkap dokter atau dokter yang ready praktik, karena ini untuk menyelematkan nyawa, safety life. dr Siti Fatimah juga musti bilang apa dirujuk saja, karena nyawa. Tapi ini terjadi pembiaran, kami menduga terjadi pembiaran pihak rumah sakit, maka secara pidana kami laporkan sesuai UU Nomor 17 Tahun 2023. Di sana diatur, pimpinan rumah sakit yang membiarkan tidak ada pertolongan dalam keadaan gawat darurat, kalau menyebabkan cacat, dihukum 2 tahun, tapi kalau menyebabkan kematian, dituntut pidana sampai 10 tahun," sambungnya.


Ia menilai, menejemen RSU Sylvani melakukan hal yang nyeleneh. "Kalau memang ini libur dan ini nyawa, harus ada stand by. Kalau ada gawat darurat, musti ada yang ditelpon datang ke rumah. Kalau itu tidak dimungkinkan, harus sistem rujukan, dikirim ke rumah sakit yang ada dokternya," tambahnya.


Kata dia, pemilik RSU Sylvani adalah seorang pejabat dengan jabatan kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Binjai. Menurutnya, pemda bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap rumah sakit swasta maupun milik pemerintah kota.


"Jadi ini nanti, dinkes tidak menjalani kewajiban pengawasan dalam UU Kesehatan, ada tugas pemerintah untuk mengawasi jalannya rumah sakit. Kami akan melapor ke Kemenkes, kalau memang tidak layak, biar dicabut izinnya, karena ini menyangkut nyawa masyarakat Binjai," serunya.


Indra dan Almarhumah Putri Afriliza menjalani rumah tangga sudah berjalan 5 tahun. "Harapan kami pihak rumah sakit bertanggung jawab atas kehilangan istri dan anak saya," tambah Indra, sang suami.


Terpisah, Kuasa Hukum RSU Sylvani Binjai, Yusfansyah Dodi menepis tudingan dari keluarga almarhum. " Tidak benar, kita sudah melakukan sesuai SOP. Artinya namanya gugatan, boleh saja, yang pasti kita sesuai dengan SOP. Masalah meninggal, umur gak ada yang tau, pelayanan sudah dilakukan dengan semaksimal mungkin," ujarnya.


Soal darah, menurut dia, rumah sakit tipe E tidak ada persediaan atau bank darah. " Yang ada bank darah PMI sama (RSUD) Djoelham. Masalah ketersediaan dokter, kita gak usah munafik lah, rumah sakit mana yang ada dokter spesialis," ujarnya. 


" Kita siap menghadapi gugatan oleh pihak penggugat, dan kita juga sudah mengumpulkan bukti untuk dibawa ke persidangan dan akan menghadirkan saksi ahli," tukasnya. (Rs3) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laman